Wednesday 21 January 2015

Komposisi dan Spesifikasi Bahan Bakar

KOMPOSISI DAN SPESIFIKASI BAHAN BAKAR

1 Komposisi.

Bahan bakar fosil dan bahan bakar organic lainnya umumnya tersusun dari unsur C (carbon), H             (Hydrogen), O (oxygen), N (Nitrogen), S (Sulphur), P (Phospor) dan unsur-unsur lainnya dalam jumlah kecil, namun unsur-unsur kimia yang penting adalah C, H dan S, yaitu unsur-unsur yang jika terbakar menghasilkan kalor, dan disebut sebagai  “bahan yang dapat terbakaratau  “combustible matter”, disingkat dengan BDT.
Unsur –unsur lain yang terkandung dalam bahan bakar namun tidak dapat terbakar adalah O, N, bahan mineralatau abu dan air. Komponen-komponen ini disebut sebagai  “bahan yang tidak dapat terbakar” atau non-combustible matter, disingkat dengan Non-BDT.

Secara singkat komposisi bahan bakar padat dinyatakan menurut:
a.       Analisis pendekatan ( proximate analysis ), yaitu kandungannya akan BDT, air, abu.
BDT terdiri dari :
-          Bahan yang bila terbakar membentuk gas atau uap, yaitu gas CO2, CO, SO2, Uap air. Bahan ini disingkatBTG.
-          Bahan yang jika terbakar tidak membentuk gas, dan pembakaran lebih lanjut terhadap bahan ini menghasilkan kokas. Bahan ini disebut  “karbon tetap” atau fixed carbon disingkatKT.

              Setelah Proses Pembakaran.:

-          BTG : Terbakar menghasilkan gas-gas CO2 , CO, SO2 , dan uap air yang keluar sebagai gas asap atau gas buang.
-          Non-BDT  : unsur O dan N membentuk gas-gas oksigen (O2) dan  nitrogen (N2 ), dan keluar sebagai gas asap. Komponen abu tetap tinggal di ruang pembakaran, ditampung oleh penampung ( ash pit ), dan keluar sebagai sisa pembakaran ( refuse ) disingkat SB.
-          KT    : terbakar membentuk kokas.Kokas mempunyai kandungan karbon mendekati 100%.

b.      Analysis tuntas ( ultimate analysis ), yaitu komposisi bahan sampai unsur-unsurnya, seperti kandungan C, H, O, N , S, abu dan air. Air yang terkandung dalam bahan bakar mencakup:
-          Air yang menempel secara mekanis.
-          Air senyawa, yaitu air yang dapat terbentuk jika unsure O dan H dalam bahan bakar mempunyai perbandingan Stoikiometris. 

Bahan bakar cair terdiri dari senyawa hidrokarbon atau campuran beberapa macam senyawa hidrokarbon. Pada minyak bumi, kandungan hidrokarbon terdiri dari C5sampaiC16  meliputi seri Parafin, Napftena,
Olefin dan Aromatik.Hidrokarbon-hidrokarbon tersebut kadang-kadang merupakan senyawa ikatan dengan belerang, Oksigen dan Nitrogen, yang jumlahnya beragam.
Bahan-bahan gas terdiri dari campuran senyawa-senyawa C dan H yang mudah terbakar ( CH4 ,CH6 ,C2H4 ,C2 H2 ,CO , H2 dan lain-lain ), serta gas-gas yang tidak terbakar ( N2 , CO2 , SO2 ).

Contoh bahan bakar Gas :

Gas alam : merupakan campuran gas-gas parafin hidrokarbon jenuh seperti Metana, Etana, Gas Nitrogen,
Gas karbon dioksida, dan lain-lain.
Kandungan air di dalam bahan bakar cair dan bahan bakar gas terbatas pada harga nisbi menurut kelarutanair di dalam gas tersebut.Kandungan air, kandungan abu dan kandungan belerang dalam bahan bakar sangat menentukan mutu bahan bakar tersebut, karena bahan-bahan tersebut mempengaruhi besarnya nilai kalor dan sekaligus menentukan spesifikasinya.

 2 Spesiffikasi Dasar

Spesifikasi bahan bakar dan karakteristik utama yang mempengaruhi kerja dan kinerja mesin   yang terpenting adalah :

a.       Nilai kalor atau Heating Value atau Calorific Value atau Kalor Pembakaran.
         Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna 1 kilogram atau satu satuanberat bahan bakar padat atau cair atau 1 meter kubik atau 1 satuan volume bahan bakar gas, pada 
keadaan baku.
Nilai kalor atas atau  “gross heating value”  atau  “higher heating value” adalah kalor yang      dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu satuan berat bahan bakar padat atau cair, atau satu satuan volume bahan bakar gas, pada tekanan tetap, suhu 25 0C, apabila semua air yang mula-mula berujud cair setelah pembakaran mengembun menjadi cair kembali.
Nilai kalor bawah atau  “net heating value”  atau  “lower heating value” adalah kalor yang besarnya 
sama dengan nilai kalor atas dikurangi kalor yang diperlukan oleh airyang terkandung dalam bahan bakar dan air yang terbentuk dari pembakaran bahan bakar untuk menguap pada 25 0C dan tekanan tetap. Air dalam system setelah pembakaran berwujud uap air pada 25 0C.

b.      Kandungan Air di dalam Bahan Bakar.
Air yang terkandung dalam bahan bakar padat terdiri dari :
-          Kandungan air internal atau air Kristal, yaitu air yang terikat secara kimiawi.
-          Kandungan air eksternal atau air mekanikal, yaitu air yang menempel pada permukaan bahan dan terikat secara fisis atau mekanis.
Air dalam bahan bakar cairmerupakan air eksternal, bisa masuk kedalambahan bakar dari    proses  
pengembunan dari udara yang masuk kedalam tangki, berperan sebagai pengganggu.
Air dalam bahan bakar gas merupakan uap air yang bercampur dengan bahan bakar tersebut.
Air yang terkandung dalam bahan bakar menyebabkan penurunan mutu bahan –bakar dan dapat  Merusak pelumasan pada bagian-bagian yang bergerak sliding pada pompa dan sistim bahan bakar, juga mengakibatkankarat pada permukaan yang kena air, dan filter  akan cepat kotor dengan   demikian kandungan air harus serendah mungkin.

c.       Kandungan Abu.
Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tak dapat terbakar ( Non-BDT ) yang tertinggal setelah proses pembakaran dan perubahan-perubahan atau reaksi-reaksi yang menyertainya selesai. Ash didalam bahan bakar secara umum terdiri dari tiga macam : partikel-partikel padat, larutan garam anorganik. Abu berperan menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan nilai kalor. Di dalam dapur atau dalam generator gas, abu dapat meleleh pada suhu tinggi, menghasilkan  massa yang disebut “slag”. Sifat kandungan abu dapat ditandai oleh perubahan –perubahan yang terjadi bila suhunya naik.

d.      Kandungan Belerang.
Apa bila bahan bakar yang mengandung belerang dibakar, belerang akan terbakar membentuk gas belerang dioksida (SO2) dan belerang trioksida (SO3 ), gas-gas ini bersifat sangat korosif terhadap logam dan beracun.
Kandungan sulfur didalam bahan bakar sangat mempengaruhi keausan mesin dan emisi gas buang, sulfur teroksidasi ketika terjadi proses pembakaran.
Reaksi (1)

               S  +  O2   →  SO2

Reaksi (2)

               2 SO2  +  O2 →  2 SO3

Reaksi ini dipengaruhi beberapa factor seperti temperature pembakaran, temperature gas buang , kelembaban relative dan air fuel ratio. SO3 yang dihasilkan kemudian bereaksi dengan uap air hasil pembakaran dan membentuk asam sulfat (H2SO4) ,  yang sangat korosif, sehingga merusak piston dinding silinder, cylinder head , katup dan saluran buang dari katup buang, exhaust manifold sampai ujung knalpot.
Reaksi (3)

                 SO3  +  H2O  → H2SO4

e.       Kandungan BTG dan daya pembentukan Kokas.
Jika bahan bakar padat dibakar tanpa udara berlebihan , pertama-tama yang menguap adalah air, baru kemudian gas-gas yang terbentuk dari terbakarnya BTG. Sisa akhir pembakaran adalah KT atau kokas serta abu.Makin tua umur geologis bahan bakar padat, makin rendah kandungan BTG –nya.

f.       Berat jenis  ( Spesiffic Gravity ).
Berat jenis dinyatakan dalam gram per ml, dalam derajad API, dalam  lb per gallon, atau lb per cu-ft, dan derajat Baume berat jenis disingkat  sp.gr. atau  sg.

g.       Viskositas atau kekentalan.
Viskositas adalah kebalikan fluiditas atau daya alir.Makin tinggi viskositas makin sukar mengalir. Mengingat kecepatan mengalir juga tergantung pada berat jenis, maka pengukuran viskositas demikian dinyatakan sebagai  “viskositas kinematik”.

Viskositas absolute =viskositas kinematik  x berat jenis cairan.

Satuan viskositas antara lain: poise, gram / cm detik, cST ( centi Stoke ), atau dengan skala Saybolt
Universal ( SU ) diukur dalam detik.

Catatan : agar minyak dapat dipompa harus mempunyai viskositas  ≤  10 000 detik SU  dan agar dapat dikabutkan  dengan tekanan udara  ≥ 1 psi harus mempunyai viskositas  ≤  100 detik  SU.
Pengaruh viskositas pada pengabutan sangat menentukan dalam mencapai pembakaran sempurdan bersih. Jika pengabutan berlangsung dengan viskositas >100 detik SU dan tekanan udara <1 psi, maka butiran  kabut minyak terlalu besar sehingga susah bercampur dengan udara sekunder. Akibatnya akan terbentuk gumpalan karbon yang mengganggu ruang bakar, burner dan dapur. Bagi
minyak-minyak berat, pemanasan pendahuluan harus dilakukan sebelum pengabutan, pemanasan pendahuluan ini gunanya untuk menurunkan viskositas sampai dibawah 100 detik SU.
Viscosity secara langsung dikaitkan dengan performance mesin, emisi dan umur mesin. Viskosity yang rendah mengurangi output power, karena bahan bakar juga harus berfungsi sebagai pelumas terhadap komponen-komponen sistim bahan bakar, khususnya pompa injeksi dan injector.


Gb. 2.1 Prinsip dari Viscometer

h.      Flash Point.
Flash point adalah suhu dimana bahan bakar terbakar dengan sendirinya oleh udara sekelilingnya disertai kilatan cahaya.
Untuk menentukan kapan minyak terbakar sendiri,  Pensky-Martens memakai sistim “closed cup” sedang  Cleveland memakai  “open cup”.
Uji dengan open cup menunjukan angka  20 – 30 0F lebih tinggi dari pada dengan closed cup.

i.        Titik bakar  (Ignition Point ).
Titik bakar adalah suhu dimana bahan bakar cair yang dipanaskan pada keadaan baku dapat terbakar selama waktu sekurang-kurangnya 5 detik.

j.        Bau.
Bau tak enak yang khas biasanya ditimbulkan oleh senyawa belerang dalam bahan bakar cair.Senyawa itu adalah belerang hidrokarbon atau merkaptan yang bersifat korosif.

k.      Titik Anilin
Titik Anilinadalah  suhu dimana sejumlah volume yang sama dari bahan bakar cair dan aniline tepat bercampur. Atau, suhu terendah dimana terjadi awan yang disebabkan karena batas pemisahan fase cair dari campurannya yang homogen sejumlah volume Anilin yang sama dengan volume sampel menjadi hilang.

l.        Factor Karakterisasi dan Titik Didih
Factor karakterisasi ini memberi petunjuk tentang watak dan sifat-sifat termal fraksi minyak bumi.Disamping itu juga menyatakan perbedaan sifat parafinitas hidrokarbon secara kuantitatif atau indeks parafinitas minyak bumi mentah. Factor karakterisasi UOP  ( Universal Oil Product Company) dinyatakan dalam persamaan :

K = / sg


TB = titik didih rata-rata pada 1 atmofer dalam  0Rankine

Macam – Macam Bahan Bakar dan Sifat-Sifatnya

Macam – Macam Bahan Bakar

1.      Bahan bakar Fosil : batu bara, minyak bumi, dan gas bumi.
2.      Bahan bakar Nuklir : Uranium, Plutonium.
Pada bahan bakar nuklir energi kalor diperoleh dari hasil reaksi berantai penguraian atom-atom melalui peristiwa fusi radioaktif.
3.      Bahan bakar Lain – lain : sisa tumbuh-tumbuhan (kayu bakar), minyak nabati, minyak hewani.

Ditinjau dari keadaannya dan wujudnya secara fisis bahan bakar dapat diklasifikasikan :
1.      Bahan bakar padat.
2.      Bahan bakar  cairatauBahanBakar Minyak ( BBM ).
3.      Bahan bakar Gas (BBG).
Ditinjau dari proses terbentuknya atau cara terjadinya : alamiah , non -alamiah atau buatan ( manufactured ) .
-          Termasuk bahan bakar padat alamiah ; antrasit, batubara, bitumen, ligmit, kayu bakar sisa tumbuhan.
-          Termasuk bahan bakar padat non-alamiah; kokas, semi-kokas, briket, bris, serta bahan bakar nuklir.
-          Bahan bakar cair non-alamiah ; bensin, atau gasoline, kerosin atau minyak tanah, minyak solar, minyak residu.
-          Bahan bakar gas alamiah ; gas alam gas petroleum.
-          Bahan bakar gas non-alamiah ; gas rengkah atau cracking gas ( hasil dari pengolahan minyak bumi ) .


Bahan bakar yang digunakan pada mesin pembakaran dalam ( Internal combustion engines ), mesin bensin maupun mesin Diesel, harus mempunyai sifat-sifat :
1.      Nilai kalor yang tinggi.
2.      Kualitas pembakaran yang baik, untuk pembakaran sempurna.
3.      Stabilitas yang tinggi, tidak mudah terurai atau berubah susunan molekulnya.
4.      Kecenderungan mengendap dan terurai yang rendah.
5.      Cocok dan dapat digunakan pada mesin dan alat-alat bantunya.
6.      Keamanan terhadap api ( kebakaran )yang baik
7.      Toxicity yang rendah atau tidak beracun.
8.      Tingkat polusi yang rendah.
9.      Mudah dalam transportasi dan penyimpanan.


Diagram Fe-C

Karbon larut di dalam besi dalam bentuk larutan padat (solid solution) hingga 0,05% berat pada temperatur ruang. Baja dengan atom karbon terlarut hingga jumlah tersebut memiliki fasa alpha ferrite pada temperatur ruang. Pada kadar karbon lebih dari 0,05% akan terbentuk endapan karbon dalam bentuk hard intermetallic stoichiometric compound (Fe3C) yang dikenal sebagai cementite atau ferro-carbide. Selain larutan padat  ferrite yang dalam kesetimbangan dapat ditemukan pada temperatur ruang terdapat fase-fase penting lainnya, yaitu ferrite dan austenite.
Logam Fe bersifat polymorphism yaitu memiliki struktur kristal berbeda pada temperatur berbeda. Pada Fe murni, misalnya, ferrite akan berubah menjadi austenite saat dipanaskan melewati temperatur 910oC. Pada temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400oC austenite akan kembali berubah menjadi ferrite. Ferrite dalam hal ini memiliki struktur kristal BCC sedangkan austenite memiliki struktur kristal FCC.


Ferrite
Ferrite adalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (body centered cubic). Ferrite dalam keadaan setimbang dapat ditemukan pada temperatur ruang, yaitu ferrite atau pada temperatur tinggi, yaitu ferrite. Secara umum fase ini bersifat lunak (soft), ulet (ductile), dan magnetic (magnetic) hingga temperatur tertentu, yaitu Tcurie. Kelarutan karbon di dalam fase ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fase larutan padat lain di dalam baja, yaitu fase austenite. Pada temperatur ruang, kelarutan karbon di dalam ferrite hanyalah sekitar 0,05%.
Berbagai jenis baja dan besi tuang dibuat dengan mengeksploitasi sifat-sifat ferrite. Baja lembaran berkadar karbon rendah dengan fase tunggal ferrite misalnya, banyak diproduksi untuk proses pembentukan logam lembaran. Dewasa ini bahkan telah dikembangkan baja berkadar karbon ultra rendah untuk karakteristik mampu bentuk yang lebih baik. Kenaikan kadar karbon secara umum akan meningkatkan sifat-sifat mekanik ferrite sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Untuk paduan baja dengan fase tunggal ferrite, factor lain yang berpengaruh signifikan terhadap sifat-sifat mekanik adalah ukuran butir.
Austenite
Fase austenite memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam keadaan setimbang fase austenite ditemukan pada temperatur tinggi. Fase ini bersifat non magnetik dan ulet pada temperatur tinggi. Kelarutan atom karbon di dalam larutan padat austenite lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada fase ferrite. Secara geometri, dapat dihitung perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam fase austenite (atau kristal FCC) dan fase ferrite (atau kristal BCC). Perbedaan ini dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena transformasi fase pada saat pendinginan austenite yang berlangsung secara cepat. Selain pada temperatur tinggi, austenite pada sistem Ferrous dapat pula direkayasa agar stabil pada temperatur ruang. Elemen-elemen seperti Mangan dan Nickel misalnya dapat menurunkan laju transformasi dari gamma-austenite menjadi alpha-ferrite. Dalam jumlah tertentu elemen-elemen tersebut akan menyebabkan austenite stabil pada temperatur ruang. Contoh baja paduan dengan fase Austenite pada temperatur ruang misalnya adalah Baja Hadfield (12%Mangan) dan Baja Stainless 18-8 (8%Ni).
Cementite
Cementite atau ferro-carbide dalam sistem paduan berbasis besi adalah stoichiometric inter-metallic compund Fe3C yang keras (hard) dan getas (brittle). Nama cementite berasal dari kata caementum yang berarti stone chip atau lempengan batu. Cementite sebenarnya dapat terurai menjadi bentuk yang lebih stabil yaitu Fe dan C sehingga sering disebut sebagai fase metastabil. Namun, untuk keperluan praktis, fase ini dapat dianggap sebagai fase stabil. cementite sangat penting perannya di dalam membentuk sifat-sifat mekanik akhir baja. cementite dapat berada di dalam sistem besi baja dalam berbagai bentuk seperti: bentuk bola (sphere), bentuk lembaran (berselang seling dengan alpha-ferrite), atau partikel-partikel carbide kecil. Bentuk, ukuran, dan distribusi karbon dapat direkayasa melalui siklus pemanasan dan pendinginan. Jarak rata-rata antar karbida, dikenal sebagai lintasan ferrite rata-rata (Ferrite Mean Path), adalah parameter penting yang dapat menjelaskan variasi sifat-sifat besi baja. Variasi sifat luluh baja diketahui berbanding lurus dengan logaritmik lintasan ferrite rata-rata.

3.1 Reaksi-reaksi Invarian dan Konstituen Mikro Penting
Secara keseluruhan ada tiga reaksi penting di dalam diagram Kesetimbangan Fase Fe-Fe3C, yaitu: Reaksi Peritectic, Reaksi Eutectic, dan Reaksi Eutectoid sebagaimana terlihat di dalam diagram kesetimbangan. Untuk sistem Besi Baja, reaksi Eutectoid adalah reaksi yang sangat penting karena dengan mengontrol Reaksi Eutectoid kita dapat memperoleh berbagai konstituen mikro atau micro constituent yang diinginkan untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Berdasarkan kadar karbonnya, baja dapat pula diklasifikasikan menjadi (1) baja eutectoid, (2) baja hypoeutectoid, dan (3) baja hypereutectoid.

Sistem penamaan yang telah dikenal luas adalah sistem AISI-SAE yang menggunakan 4-5 Angka. Dua angka pertama menunjukkan elemen-elemen paduan utama (Major Alloying Elements) dan Dua atau Tiga angka sisanya menunjukkan prosentase karbon dalam per seratus persen.

Contoh

Baja dengan nama AISI-SAE 1080 misalnya, adalah jenis baja karbon (plain carbon steel) dengan kadar karbon 0.8%. Contoh dari baja jenis ini adalah baja kawat piano. Kawat piano memiliki struktur pearlite seluruhnya dan kekuatannya yang tinggi terutama diperoleh dari proses pengerjaan dingin pada proses produksinya. 

Sumber : ELISA UGM

Klasifikasi Bahan Teknik

Secara umum bahan teknik dalam bidang rekayasa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan Logam dan non Logam. Logam dikelompokkan lagi menjadi logam ferro (Baja Karbon, Besi Tuang dan Baja Paduan) dan logam non ferro ( Aluminium, Tembaga, Nikel, Chrome, Zinc dll) sedangkan bahan non Logam terdiri dari Polymeer  (plastic, karet ), keramik dan komposit.
Logam ferro dan paduan logam berbasis ferro (Fe) atau besi  adalah salah satu jenis bahan yang paling banyak dan luas aplikasinya di bidang rekayasa yaitu mencapai lebih dari 60%. Besi atau Fe terdapat di alam sebagai bijih besi. Kandungan utama bijih besi adalah oksida besi yang telah bercampur dengan pengotor atau unsur lain  dan air. Logam ferro sebagian besar diperoleh melalui serangkaian proses pemurnian dan reduksi bijih besi. Melalui proses ini diperoleh lelehan besi mentah atau pig iron yang masih mengandung pengotor, terutama karbon, silkon, mangan, sulfur, dan fosfor. Namun, logam ferro hampir tidak pernah digunakan untuk aplikasi rekayasa dalam keadaan murni karena keterbatasan sifat-sifat mekaniknya serta mahalnya proses untuk memurnikan logam ferro. Paduan berbasis besi (ferrous alloy) yang paling banyak digunakan untuk aplikasi rekayasa adalah paduan besi-karbon dengan kandungan karbon tertentu beserta unsur-unsur paduan lainya. Keberadaan unsur karbon di dalam larutan padat Fe memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan sifat-sifat mekanik logam besi.

Baja karbon (carbon steel) adalah salah satu jenis logam paduan besi karbon terpenting dengan prosentase berat karbon hingga 2,11%. Baja karbon diklasifikasikan menjadi baja karbon (1) rendah, (2) sedang, dan (3) tinggi berdasarkan kadar karbon-nya. Jika penambahan elemen-elemen lain selain karbon untuk tujuan-tujuan tertentu cukup signifikan, maka baja diklasifikasikan sebagai baja paduan (alloy steel) atau baja paduan rendah (low alloy steel). Jenis baja lainnya yang cukup penting adalah baja perkakas (tool steel) dan baja tahan karat (stainless steel). Selain baja, paduan berbasis besi karbon lain yang juga penting adalah besi tuang atau besi cor (cast iron), yaitu besi dengan kadar karbon lebih dari 2,11% hingga 4-6%. Besi tuang diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan struktur mikro dan sifat-sifatnya ke dalam besi tuang kelabu (grey cast iron), besi tuang ulet atau nodular (ductile or nodular cast iron), besi tuang putih (white cast iron), besi tuang mampu tempa (malleable cast iron).

Sumber: ELISA UGM